Akhir dari kasus Ronald Tannur berhasil menarik banyak perhatian dari netizen Indonesia. Pasalnya, banyak hal yang menjadi pertanyaan besar dari putusan Pengadilan Negeri Surabaya yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur (GRT).
Sebelumnya, anak dari mantan anggota DPR tersebut tersandung kasus penganiayaan terhadap pacarnya sendiri. Hinca Panjaitan (Anggota Komisi III DPR) mengatakan bahwa putusan PN Surabaya tersebut harus diusut karena adanya kemungkinan hal ganjil.
Kronologi Pembunuhan di Kasus Ronald Tannur
Hakim akhirnya melepaskan GRT dari segala tuduhan yang sebelumnya mengarah pada tindak pidana penganiayaan. Hakim juga menjelaskan pada sidang mengenai kronologi kejadian pada saat itu.
Menurut keterangan Hakim Damanik, benar bahwasanya Dini dihubungi saksi Ivan Sianto pada Selasa, 3 Oktober 2023, tepatnya pukul 19.00 WIB. Dirinya dihubungi melalui aplikasi Whatsapp untuk diajak ke Blackhole KTV Surabaya.
Selanjutnya, Dini (korban kasus Ronald Tannur) menyetujui ajakan tersebut dan datang bersama kekasihnya, yaitu GRT. Dirinya pun bergabung bersama beberapa orang di antaranya Ivan Sianto yang juga ikut bergabung.
Kemudian sekitar pukul 10 malam, Bela bergabung dengan yang lainnya. Kegiatan di dalam room nomor 7 pun berlanjut dengan korban dan terdakwa berkaraoke serta menenggak minuman beralkohol secara bergantian.
Singkatnya, korban dan terdakwa meninggalkan lokasi pada pukul 00.10 WIB dan sempat cekcok di basement. Dini pun keluar lebih dahulu menunggui di mobil milik terdakwa sambil mengirim voice note ke Ivan Sianto.
Pada saat terdakwa GRT sampai mobil, dirinya bertanya pada Dini apakah mau pulang atau tidak. Karena tidak ada respon, terdakwa pun merasa kesal hingga akhirnya menjalankan mobil ke arah kanan dan menyebabkan Dini terjatuh.
Kasus Ronald Tannur ini berlanjut dengan terdakwa menitipkan Dini ke petugas security dengan kondisi duduk di kursi roda. Terdakwa sempat diminta pertanggung jawaban setelah sebelumnya pergi begitu saja. Dan ternyata setelah dicek lagi, Dini sudah tidak bernafas.
Perjalanan Kasus Pembunuhan, Adakah Kepentingan yang Dilayani Hakim?
Hakim pada akhirnya memvonis bebas GRT dari segala tuduhan karena beberapa alasan. Menurut Hakim Damanik, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa GRT membunuh Dini. Dirinya menambahkan bahwa korban meninggal akibat konsumsi alkohol.
Damanik sangat yakin bahwa pada kasus Ronald Tannur ini, korban meninggal bukan karena penganiayaan. Menurutnya korban mengalami kerusakan lambung akibat terlalu banyak minum alkohol di tempat karaoke.
Tetapi di lain sisi, Kasi Intelejen Kejari Surabaya, Putu Arya Wibisana justru menjelaskan hal yang membuat banyak pihak kebingungan. Pasalnya Putu Arya menjelaskan bahwa JPU sudah menyampaikan tuntutan secara jelas.
Di dalam tuntutan dijelaskan bahwa penyebab kematian korban adalah karena benda tumpul. Selain itu, terdapat juga luka akibat lindasan ban mobil milik GRT. Hal itu juga tentunya didasarkan pada hasil visum et repertum.
Mengenai hal tersebut, Putu tetap menghormati keputusan pengadilan yang membebaskan GRT. Tetapi, bukan berarti dirinya hanya diam saja karena Putu memutuskan untuk mengajukan kasasi langsung di hari itu juga.
Putusan Hakim pada Kasus Ronald Tannur
Berdasarkan keterangan dari saksi-saksi yang ada di tempat karaoke, tidak terlihat adanya penyebab pasti kematian dari Dini. Adapun security di sana melihat korban dalam kondisi kotor, mabuk, juga tidak terlihat sakit.
Dari semua keterangan saksi tersebut, akhirnya majelis hakim menyimpulkan bahwa tidak terlihatnya penyebab kematian dari korban. Adapun dalam pemeriksaan, saksi hanya memberi tahu bahwa Dini termasuk orang yang kuat minum minuman alkohol.
Oleh karena itu, Hakim yang menangani kasus Ronald Tannur ini menyatakan bahwa tidak ada bukti dilakukannya kekerasan fisik terhadap korban. Apalagi terkait niat untuk membunuh itu sendiri tidak ditemukan.
Adapun mengenai surat dakwaan dari JPU yang menyebutkan korban sempat dilindas mobil terdakwa, Hakim memiliki pandangan berbeda. Damanik memiliki pandangan yang didasarkan keterangan ahli Egi Susanti.
Menurut Ei, ketika seseorang bersandar di luar kendaraan, maka dirinya akan menerima gesekan dari permukaan tempat dia bersandar. Ketika permukaannya ditarik dengan kuat maka orang itu akan terseret.
Oleh karena itu, Damanik menilai tidak adanya unsur sengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain pada kasus ini. Sehingga menurutnya, jatuhnya korban tidak seperti apa yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, akhirnya Hakim Erintuah Damanik selaku Ketua Majelis Hakim mengambil keputusan. Dalam sidang putusan perkara penganiayaan dan pembunuhan tersebut, dirinya memutuskan vonis bebas untuk terdakwa GRT.
Ketika vonis bebas sudah diberikan kepada terdakwa, kasus ini terangkat ke publik dan berhasil menyita banyak perhatian. Banyak orang beranggapan adanya sesuatu ganjil pada putusan ini dan meminta agar kasus tersebut diusut kembali.
Akan tetapi, segala sesuatunya memang tergantung perspektif dari setiap pribadi. Anda juga bisa ikut menilai apakah kasus Ronald Tannur ini sudah diselesaikan dengan baik atau masih ada yang harus dibenahi.